ambang PT NNT Batu Hijau Terancam Dihentikan
Jakarta-TAMBANG. Operasi tambang PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat terancam dihentikan menyusul pemberlakuan Undang-undang Mineral Batubara (Minerba) yang mengatur kewajiban untuk melakukan pemurnian mineral hingga tingkat tertentu.
Seperti dilansir Kantor Berita Antara, Presiden Direktur (Presdir) PT NNT Martiono Hardianto dalam memo internal yang disampaikan kepada seluruh karyawan, Selasa (17/9) menyebutkan, jika kebijakan tersebut diberlakukan mulai Januari 2014, PT NNT harus membuat rencana darurat dalam hal ekspor konsentrat tembaga tidak diizinkan lagi, termasuk adanya kemungkinan penghentian operasi di Batu Hijau.
"Jika perusahaan kita tidak diperbolehkan mengeskpor konsentrat tembaga, kita tidak akan menghasilkan pendapatan yang cukup dari penjualan konsentrat ke Smelter Gresik untuk dapat terus melanjutkan operasi kami," katanya.
Seperti diketahui, Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No. 4/2009 berisi ketentuan-ketentuan yang bertujuan mendorong pelaksanaan pengolahan bijih mineral di dalam negeri. Sebagai tindak lanjutnya, pada Februari 2012, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan peraturan pelaksana Undang-undang Minerba, yakni Kepmen ESDM nomor 7 Tahun 2012. Kepmen itu mewajibkan dilakukannya pengolahan terhadap berbagai mineral sampai tingkat kemurnian tertentu sebelum diekspor.
Kementerian ESDM menetapkan tingkat kemurnian sebesar 99,9 persen untuk ekspor tembaga, sementara untuk industri mineral yang lain seperti bauksit dan nikel tingkat kemurniannya ditetapkan lebih rendah. PT NNT mematuhi ketentuan ini karena PT NNT melakukan pengolahan di dalam negeri dengan mengolah dan meningkatkan nilai batuan bijih dari tambang Batu Hijau menjadi konsentrat tembaga di fasilitas peremukan (crushing), penggilingan (grinding), dan pengapungan (floatation).
"Bijih dari tembaga Batu Hijau memiliki nilai komersial sangat kecil, tapi dengan mengolah bijih menjadi konsentrat tembaga, kita telah memberikan nilai tambah yang sangat besar karena pembeli membayar kita dengan harga internasional untuk tembaga, emas dan perak di dalam konsentrat tembaga kita," katanya.
Terkait dengan pemberlakuan kebijakan tersebut dalam satu tahun terakhir manajemen PT NNT telah berdialog dengan pemerintah untuk memperoleh konfirmasi bahwa PT NNT tetap dapat mengekspor konsentrat tembaga setelah 12 Januari 2014. PTNNT telah turut serta dalam pelaksanaan kajian ekonomi pengolahan dan pemurnian tembaga, termasuk yang dibuat oleh Institut Teknologi Bandung. Hasil kajian itu menunjukkan bahwa pembangunan smelter tembaga saat ini kurang layak secara ekonomi.
"Kami juga telah mengadakan sejumlah pertemuan dengan berbagai kementerian selain Kementerian ESDM, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Industri serta dengan para pejabat dari berbagai instansi," kata Martiono. Namun demikian, katanya, hingga saat ini, PTNNT masih belum menerima konfirmasi atas hak untuk mengeksport konsentrat tembaga setelah 12 Januari 2014 tersebut.
PT NNT bertekad untuk terus bekerjasama dengan Kementrian ESDM dan pihak-pihak terkait lainnya dengan harapan kita akan dapat menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan tenggat waktu agar tambang Batu Hijau dapat terus beroperasi untuk memberi manfaat kepada semua pemangku kepentingannya. Selain itu juga karyawan, mitra usaha lokal dan nasional, masyarakat, para pemegang saham, serta pemerintah daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat, pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat, pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa dan Republik Indonesia.
Sumber : www.tambang.co.id
Jakarta-TAMBANG. Operasi tambang PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat terancam dihentikan menyusul pemberlakuan Undang-undang Mineral Batubara (Minerba) yang mengatur kewajiban untuk melakukan pemurnian mineral hingga tingkat tertentu.
Seperti dilansir Kantor Berita Antara, Presiden Direktur (Presdir) PT NNT Martiono Hardianto dalam memo internal yang disampaikan kepada seluruh karyawan, Selasa (17/9) menyebutkan, jika kebijakan tersebut diberlakukan mulai Januari 2014, PT NNT harus membuat rencana darurat dalam hal ekspor konsentrat tembaga tidak diizinkan lagi, termasuk adanya kemungkinan penghentian operasi di Batu Hijau.
"Jika perusahaan kita tidak diperbolehkan mengeskpor konsentrat tembaga, kita tidak akan menghasilkan pendapatan yang cukup dari penjualan konsentrat ke Smelter Gresik untuk dapat terus melanjutkan operasi kami," katanya.
Seperti diketahui, Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No. 4/2009 berisi ketentuan-ketentuan yang bertujuan mendorong pelaksanaan pengolahan bijih mineral di dalam negeri. Sebagai tindak lanjutnya, pada Februari 2012, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan peraturan pelaksana Undang-undang Minerba, yakni Kepmen ESDM nomor 7 Tahun 2012. Kepmen itu mewajibkan dilakukannya pengolahan terhadap berbagai mineral sampai tingkat kemurnian tertentu sebelum diekspor.
Kementerian ESDM menetapkan tingkat kemurnian sebesar 99,9 persen untuk ekspor tembaga, sementara untuk industri mineral yang lain seperti bauksit dan nikel tingkat kemurniannya ditetapkan lebih rendah. PT NNT mematuhi ketentuan ini karena PT NNT melakukan pengolahan di dalam negeri dengan mengolah dan meningkatkan nilai batuan bijih dari tambang Batu Hijau menjadi konsentrat tembaga di fasilitas peremukan (crushing), penggilingan (grinding), dan pengapungan (floatation).
"Bijih dari tembaga Batu Hijau memiliki nilai komersial sangat kecil, tapi dengan mengolah bijih menjadi konsentrat tembaga, kita telah memberikan nilai tambah yang sangat besar karena pembeli membayar kita dengan harga internasional untuk tembaga, emas dan perak di dalam konsentrat tembaga kita," katanya.
Terkait dengan pemberlakuan kebijakan tersebut dalam satu tahun terakhir manajemen PT NNT telah berdialog dengan pemerintah untuk memperoleh konfirmasi bahwa PT NNT tetap dapat mengekspor konsentrat tembaga setelah 12 Januari 2014. PTNNT telah turut serta dalam pelaksanaan kajian ekonomi pengolahan dan pemurnian tembaga, termasuk yang dibuat oleh Institut Teknologi Bandung. Hasil kajian itu menunjukkan bahwa pembangunan smelter tembaga saat ini kurang layak secara ekonomi.
"Kami juga telah mengadakan sejumlah pertemuan dengan berbagai kementerian selain Kementerian ESDM, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Industri serta dengan para pejabat dari berbagai instansi," kata Martiono. Namun demikian, katanya, hingga saat ini, PTNNT masih belum menerima konfirmasi atas hak untuk mengeksport konsentrat tembaga setelah 12 Januari 2014 tersebut.
PT NNT bertekad untuk terus bekerjasama dengan Kementrian ESDM dan pihak-pihak terkait lainnya dengan harapan kita akan dapat menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan tenggat waktu agar tambang Batu Hijau dapat terus beroperasi untuk memberi manfaat kepada semua pemangku kepentingannya. Selain itu juga karyawan, mitra usaha lokal dan nasional, masyarakat, para pemegang saham, serta pemerintah daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat, pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat, pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa dan Republik Indonesia.
Sumber : www.tambang.co.id